Wednesday 16 January 2013


Syaikh Ahmad Badawi


Bismillahir Rahmanir Rahiim
Sang Manusia Langit
Kota Fas rupanya beruntung sekali karena pernah melahirkan sang manusia langit yang namanya semerbak di dunia sufi pada tahun 596 H. Sang sufi yang mempunyai nama lengkap Ahmad bin Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Badawi ini ternyata termasuk zurriyyah baginda Nabi, karena nasabnya sampai pada Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib, suami sayyidah Fatimah binti sayyidina Nabi Muhammad SAW.
Keluarga Badawi sendiri bukan penduduk asli Fas (sekarang termasuk kota di Maroko).   Mereka berasal dari Bani Bara, suatu kabilah Arab di Syam sampai akhirnya tinggal di Negara Arab paling barat ini. Di sinilah Badawi kecil menghafal al-Qur’an mengkaji ilmu-ilmu agama khususnya fikih madzhab syafi’i. Pada tahun 609 H ayahnya membawanya pergi ke tanah Haram bersama saudara-saudaranya untuk melaksanakan   ibadah haji. Mereka tinggal di Makkah selama beberapa tahun sampai ajal menjemput   sang ayah pada tahun 627 H dan dimakamkan di Ma’la.
Badawi masuk Mesir
Sang sufi yang selalu mengenakan tutup muka ini suatu ketika ber-khalwat selama   empat puluh hari tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan untuk meihat langit.   Kedua matanya bersinar bagai bara. Sekonyong-konyong ia mendengar suara tanpa   rupa. “Berdirilah !” begitu suara itu terus menggema, Carilah tempat terbitnya matahari. Dan ketika kamu sudah menemukannya, carilah tempat terbenamnya matahari. Kemudian…beranjaklah ke Thantha, suatu kota yang ada di propinsi Gharbiyyah, Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda”.
Suara tanpa rupa itu seakan membimbingnya ke Iraq. Di sana ia bertemu dengan dua orang yang terkenal yaitu Syekh Abdul Kadir al-Jailani dan ar-Rifa’i. “Wahai Ahmad ” begitu kedua orang itu berkata kepada Ahmad al-Badawi seperti mengeluarkan titah. ” Kunci-kunci rahasia wilayah Iraq, Hindia, Yaman, as-Syarq dan   al-Gharb ada di genggaman kita. Pilihlah mana yang kamu suka”. Tanpa disangka-sangka al-Badawi menjawab, “Saya tidak akan mengambil kunci tersebut kecuali dari Dzat Yang Maha Membuka.
Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para nabi dan ahli bait. Badawi masuk Mesir pada tahun 34 H. Di sana ia bertemu dengan al-Zahir Bibers dengan tentaranya. Mereka menyanjung dan memuliakan sang wali ini. Namun takdir menyuratkan lain,   ia harus melanjutkan perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh bisikan gaib, Thantha, satu kota yang banyak melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di sana ia menjumpai para wali, seperti Syaikh Hasan al-Ikhna`I, Syaikh Salim al- Maghribi dan Syaikh Salim al-Badawi. Di sinilah ia menancapkan dakwahnya, menyeru pada agama Allah, takut dan senantiasa berharap hanya kepada-Nya.
Badawi yang alim
Dalam perjalanan hidupnya sebagai anak manusia ia pernah dikenal sebagai orang   yang pemarah, karena begitu banyaknya orang yang menyakit. Tapi rupanya keberuntungan   dan kebijakan berpihak pada anak cucu Nabi ini. Marah bukanlah suatu penyelesaian   terhadap masalah bahkan menimbulkan masalah baru yang bukan hanya membawa madarat   pada orang lain, tapi diri sendiri. Diam, menyendiri, merenung, itulah sikap   yang dipilih selanjutnya. Dengan diam orang lebih bisa banyak mendengar. Dengan   menyendiri orang semakin tahu betapa rendah, hina dan perlunya diri ini akan gapaian tangan-tangan Yang Maha Asih. Dengan merenung orang akan banyak memperoleh   nilai-nilai kebenaran. Dan melalui sikap yang mulia ini ia tenggelam dalam zikir dan belaian Allah SWT.
Laksana laut, diam tenang tapi dalam dan penuh bongkahan mutiara, itulah al-badawi.   Matbuli dalam hal ini memberi kesaksian, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku,   ” Setelah Muhammad bin Idris as-Syafiiy tidak ada wali di Mesir yang fatwanya lebih berpengaruh daripada Ahmad Badawi, Nafisah, Syarafuddin al-Kurdi kemudian al-Manufi.
Suatu ketika Ibnu Daqiq al-’Id mengutus Abdul Aziz al- Darini untuk menguji Ahmad Badawi dalam berbagai permasalahan. Dengan tenang dia menjawab, “Jawaban   pertanyaan-pertanyaan itu terdapat dalam kitab “Syajaratul Ma’arif” karya Syaikh Izzuddin bin Abdus Salam.

Karomah Ahmad Badawi
Kendati karomah bukanlah satu-satunya ukuran tingkat kewalian seseorang, tidak   ada salahnya disebutkan beberapa karomah Syaikh Badawi sebagai petunjuk betapa   agungnya wali yang satu ini.
Al-kisah ada seorang Syaikh yang hendak bepergian. Sebelum bepergian dia meminta   pendapat pada Syaikh al-Badawi yang sudah berbaring tenang di alam barzakh.   “Pergilah, dan tawakkallah kepada Allah SWT” tiba-tiba terdengar suara dari dalam makam Syekh Badawi. Syaikh Sya’roni berkomentar, “Saya mendengar perkataan tadi dengan telinga saya sendiri”.
Tersebut Syaikh Badawi suatu hari berkata kepada seorang laki-laki yang memohon   petunjuk dalam berdagang. “Simpanlah gandum untuk tahun ini. Karena harga gandum nanti akan melambung tinggi, tapi ingat, kamu harus banyak bersedekah pada fakir miskin”. Demikian nasehat Syekh Badawi yang benar-benar dilaksanakan oleh laki-laki itu. Setahun kemudian dengan izin Allah kejadiannya terbukti benar.
Syekh Badawi wafat
Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan tokoh besar yang barangkali tidak   tergantikan dalam puluhan tahun berikutnya. Syekh Badawi, pecinta ilahi yang belum pernah menikah ini beralih alam menuju tempat yang dekat dan penuh limpahan rahmat-Nya. Setelah dia meninggal, tugas dakwah diganti oleh Syaikh Abdul ‘Al sampai dia meninggal pada tahun 773 H.

Beberapa waktu setelah kepergian wali pujaan ini, umat seperti tidak tahan, rindu akan kehadiran, petuah-petuahnya. Maka diadakanlah perayaan hari lahir Syaikh Badawi. Orang-orang datang mengalir bagaikan bah dari berbagai tempat yang jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama dan pejabat waktu itu ada yang berkeinginan untuk meniadakan acara maulid. Tercatat satu   tahun berikutnya perayaan maulid syekh Badawi ditiadakan demi menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan akidah. Namun itu tidak berlangsung lama, hanya satu tahun. Dan tahun berikutnya perayaan pun digelar kembali sampai sekarang.
Menurut Sumber yang lain.
Setiap hari, dari pagi hingga sore, ia menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat. Dalam perjalanan riyadhohnya, ia pernah tinggal di loteng negara Thondata selama 12 tahun, dan selama 8 tahun ia berada diatas atap, riadhoh siang dan malam. Ia hidup pada tahun 596-675 H dan wafat di Mesir, makamnya di kota Tonto, setiap waktu tak pernah sepi dari peziarah.
Pada usia dini ia telah hafal Al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada Syeikh Abdul Qadir al-Jailani dan syeikh Ahmad Rifai. Ia adalah Waliullah Qutbol Gaust, Assayyid, Assyarif Ahmad al Badawi. Suatu hari, ketika sang Murid telah sampai ketingkatannya, Sjech Abdul Qodir Jaelani, menawarkan kepadanya ; ”Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masriq atau Magrib, akan kuberikan untukmu”, hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Sayyid Ahmad Rifai, dengan lembut, dan menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil kunci kecuali dari Al Fattah (Allah )”.
Suatu hari datang kepadanya, seorang janda mohon pertolongan, anak lelakinya ditahan di Perancis, dan sang ibu ingin agar anak itu kembali dalam keadaan selamat. Oleh Sayyidi Ahmad Al Badawi, janda itu disuruhnya untuk pulang, dan berkata sayidi : “Insya Allah anak ibu sudah berada dirumah”. Bergegas sang ibu menuju rumahnya, dan betapa bahagia, bercampur haru, dan penuh keheranan, ia dapati anaknya telah berada di rumah dalam keadaan terbelenggu. Sayyidi al badawi banyak menolong orang yang ditahan secara Dholim oleh penguasa Prancis saat itu, dan semua pulang ke rumahnya dalam keadaan tangannya tetap terbelenggu.

Pernah suatu ketika Syaikh Ibnul labban mengumpat Sayyidi Ahmad Badawi, seketika itu juga hafalan Al-Qur’an dan iman Syaikh Ibnul labban menjadi hilang. Ia bingung dan berusaha dengan beristighosah dan meminta bantuan do’a, orang orang terkemuka di zaman itu (agar ilmu dan imannya kembali lagi), tetapi tidak satupun dari yang dimintainya doa, berani mencampuri urusannya, karena terkait dengan Sayyidi Ahmad Badawi. Padahal diriwayatkan, saat itu Sayyidi Al Badawi telah wafat. Orang terkemuka yang dimintainya doa, hanya berani memberi saran kepada Syaikh Ibnul labban, agar dia menghadap Syeikh Yaqut al-‘Arsyiy, waliullah terkemuka pada saat itu, dan kholifah sayyidi abil hasan Assadzili. Ibnu labban segera menemui Sjech Yaqut dan minta pertolongannya, dalam urusannya dengan sayyidi Ahmad Al badawi. Setelah dimintai pertolongan oleh Syaikh Ibnul labban, Syeikh Yaqut Arsyiy berangkat menuju ke makam Sayyidi al-Badawi dan berkata : “ Wahai guru, hendaklah tuan memberi ma’af kepada orang ini!”. Dari dalam makamnya, terdengar jawaban “Apakah kamu berkehendak untuk mengembalikan tandanya orang miskin itu ? ya…sudah, tapi dengan syarat ia mau bertaubat”. Syeikh Ibbnul Labbanpun akhirnya bertaubat, dan tidak lama kemudian kembalilah ilmu dan imannya seperti sedia kala dan ia juga mengakui kewalian Syeikh Yaqut, karena peristiwa tersebut. Ia kemudian dinikahkan dengan putrinya Syeikh Yaqut. (Di ambil dari kitab al-Jaami’).
Syeikh Muhammad asy-Syanawi menceritakan, bahwa pada waktu itu ada orang yang tidak mau menghadiri dan bahkan mengingkari peringatan maulidnya Syeikh Ahmad Badawi, maka seketika hilanglah iman orang itu dan menjadi merasa tidak senang terhadap agama Islam. Orang itu kemudian berziarah ke makamnya Sayyid Badawi untuk minta tolong dan memohon maaf atas kesalahannya. Kemudian terdengarlah suara sayyidi Badawi dari dalam kubur : “iya, saya ma’afkan, tapi jangan berbuat lagi. Na’am (iya) jawab orang itu, spontan imannya kembali lagi. Beliau lalu meneruskan ucapannya : “Apa sebabnya kamu mengingkari kami semua”. Dijawabnya : “Karena di dalam acara itu banyak orang laki-laki dan perempuan bercampur baur menjadi satu” (tanpa ada garis pembatas). Sayyidi Badawi lalu mengatakan : “Di tempat thowaf sana, dimana banyak orang yang menunaikan ibadah haji disekitar Ka’bah, mereka juga bercampur laki-laki dan perempuan, kenapa tidak ada yang melarang”. Demi mulianya Tuhanku, orang-orang yang ada untuk menghadiri acara maulidku ini tidaklah ada yang menjalankan dosa kecuali pasti mau bertaubat dan akan bagus taubatnya. Hewan-hewan di hutan dan ikan-ikan di laut, semua itu dapat aku pelihara dan kulindungi diantara satu dengan lainnya sehingga menjadi aman dengan idzin Allah. Lalu, apakah kiranya Allah Ta’ala, tidak akan memberi aku kekuatan untuk mampu menjaga dan memelihara keamanannya orang-orang yang menghadiri acara maulidku itu ?”
Suatu ketika Syeikh Ibnu Daqiqil berkumpul dengan Sayyidi Badawi, dan ia bertanya kepada beliau : “Mengapa engkau tidak pernah sholat, yang demikian itu bukanlah perjalanannya para shalihin“. Lalu beliau menjawab : “Diam kamu! Kalau tidak mau diam aku hamburkan daqiqmu (tepung)”. Dan di tendanglah Syeikh Daqiqil oleh beliau hingga berada disuatu pulau yang luas dalam kondisi tidak sadarkan diri. Setelah sadar, iapun termangu karena merasa asing dengan pulau tersebut. Dalam kebingungannya, datanglah seorang lelaki menghampirinya dan memberi nasehat agar jangan mengganggu orang type al-Badawi, dan sekarang kamu berjalanlah menuju qubah yang terlihat itu, nanti jika sudah tiba di sana kau berhentilah di depan pintu hingga menunggu waktu ‘ashar dan ikutlah shalat berjamaah dibelakangnya imam tersebut, sebab nanti Ahmad Badawi akan ikut di dalamnya. Setelah bertemu dia ucapkanlah salam, peganglah lengan bajunya dan mohonlah ampun atas ucapanmu tadi. Ia menuruti kata-kata orang itu yang tidak lain adalah Nabiyullah Khidir a.s. Setelah semua nasehatnya dilaksanakan, betapa terkejutnya ia karena yang menjadi imam sholat waktu itu adalah Sayyidi Badawi.
Setelah selesai sholat ia langsung menghampiri dan menciumi tangan dan menarik lengan Sayyidi al-Badawi, sambil berkata seperti yang diamanatkan orang tadi. Dan berkatalah Sayyidi Badawi sambil menendang Syeikh Daqiqil,” Pergilah sana murid-muridmu sudah menantimu dan jangan kau ulangi lagi!. Seketika itu juga ia sudah sampai di rumahnya dan murid-muridnya telah menunggu kedatangan Syeikh Daqiqil. Dijelaskan bahwa yang menjadi makmum sholat berjamaah dengan Sayyidi Badawi pada kejadian itu adalah para wali.
Syekh Imam al Munawi berkata : “Ada seorang Syeikh yang setiap akan bepergian selalu berziarah di makamnya Syeikh Ahmad al Badawi untuk minta ijin, lalu terdengar suara dari dalam kubur dengan jelas :”Ya pergilah dengan tawakkal, Insya Allah niatmu berhasil, kejadian tersebut didengar juga oleh Syeikh abdul wahab Assya’roni, padahal saat itu Syeikh Ahmad al Badawi sudah meninggal 200 tahun silam, jadi para aulia’ itu walaupun sudah meninggal ratusan tahun, namun masih bisa emberi petunjuk.
Berkata Syeikh Muhammad al-Adawi : Setengah dari keindahan keramat beliau ialah, pada saat banyaknya orang yang ingin berusaha membatalkan peringatan maulidnya beliau, dimana orang-orang tersebut menghadap dan meminta kepada Syeikh Imam Yahya al-Munawiy agar beliau mau menyetujuinya. Sebagai orang yang berpengaruh dan berpendirian kuat pada masa itu, Syeikh Yahya tidak menyetujuinya, akhirnya orang-orang tersebut melapor kepada sang raja azh-Zhohir Jaqmaq. Sang rajapun berusaha membujuk agar Syeikh Yahya bersedia memberi fatwa untuk membatalkan maulidnya Sayyidi Badawi. Akan tetapi Syeikh Yahya tetap tidak mau dan hanya bersedia memberikan fatwa melarang keharaman-haraman yang terjadi di acara itu. Maka acara maulid tetap dilaksanakan seperti biasa. Dan Syeikh Yahya bekata kepada sang raja: “Aku tetap tak berani sama sekali berfatwa yang demikian, karena Sayyidi Badawi adalah wali yang agung dan seorang fanatik (malati = bahasa jawanya). Hai raja, tunggu saja, kamu akan tahu akibat bahayanya orang-orang yang berusaha menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Badawi. Memang benar, tak lama kemudian mereka yang bertujuan menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Badawi tertimpa bencana. Orang-orang tersebut ada yang dicopot jabatannya dan diasingkan oleh rajanya. Ada yang melarikan diri ke Dimyath akan tetapi kemudian ditarik kembali dan diberi pengajaran, dirantai dan dipenjara selama setengah bulan. Bahkan diantara mereka yang mempunyai jabatan tinggi dikerajaan itu lalu banyak yang ditangkap, disidang dengan kelihatan terhina, disiksa dan diborgol besi di depan majlis hakim syara’ lalu dihadapkan raja yang kemudian dibuang di negara Maghrib.
Sayyidi Ahmad Badawi pernah berkata kepada seseorang : “Bahwa pada tahun ini hendaknya kamu menyimpan gandum yang banyak yang tujuanmu nanti akan kau berikan kepada para fakir miskin, sebab nanti akan terjadi musim paceklik pangan. Kemudian orang tadi menjalankan apa yang diperintahkan beliau, dan akhirnya memang terbukti kebenaran ucapan Sayyidi Badawi.
Berkata al-Imam Sya’roni : “Pada tahun 948 H aku ketinggalan tidak dapat menghadiri acara maulidnya Sayyidi Badawi. Lalu ada salah satu aulia’ memberi tahu kepadaku bahwa Sayyidi Badawi pada waktu peringatan itu memperlihatkan diri di makamnya dan bertanya : “Mana Abdul Wahhab Sya’roni, kenapa tidak datang ?” Pada suatu tahun, al-Imam Sya’roni juga pernah berkeinginan tidak akan mendatangi maulid beliau. Lalu aku melihat beliau memegang pelepah kurma hijau sambil mengajak orang-orang dari berbagai negara. Jadi orang-orang yang berada dibelakangnya, dikanan dan kirinya banyak sekali tak terhingga jumlahnya. Terus beliau melewati aku di Mesir, sayyidi Badawi berkata : “Kenapa kamu tidak berangkat ?”. Aku sedang sakit tuan, jawabku. Sakit tidak menghalang-halangi orang cinta. Terus aku diperlihatkan orang banyak dari para aulia’dan para masayikh, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dan orang-orang yang lumpuh semua berjalan dengan merangkak dan memakai kain kafannya, mereka mengikuti dibelakang sayyidi Badawi menghadiri maulid beliau. Terus aku juga diperlihatkan jama’ah dan sekelompok tawanan yang masih dalam keadaan terbalut dan terbelenggu juga ikut datang menghadiri maulidnya. Lalu beliau berkata: lihatlah ! itu semua tidak ada yang mau ketinggalan, akhirnya aku berkehendak untuk mau menghadiri, dan aku berkata : Insya Allah aku hadir tuan guru ?. Kalau begitu kamu harus dengan pendamping, jawab sayyidi Badawi. Kemudian beliau memberi aku dua harimau hitam besar dan gajah, yang dijanji tidak akan berpisah denganku sebelum sampai di tempat. Peristiwa ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Syeikh Muhammad asy-Syanawi, beliau lalu menjelaskan: memang pada umumnya para aulia’ mengajak orang-orang itu dengan perantaraan, akan tetapi sayyidi Ahmad Badawi langsung dengan sendirinya menyuruh orang-orang mengajak datang. Sungguh banyak keramat beliau, hingga al-Imam Sya’roni mengatakan,”Seandainya keajaiban atau keramat-keramat beliau kalau ditulis di dalam buku tidaklah akan muat karena terlalu banyaknya. Tetapi ada peninggalan Syeikh ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan sholawat badawiyah sughro dan sholawat badawiyah kubro.
Ahmad al-Badawi adalah seorang wali yang sangat terkenal di semua kalangan Sufi. Beliau menyatakan Aku tidak membutuhkan seorang pemandu. Pemanduku adalah al-Quran, seperti cara hidup Rasulullah saw. Beliau mencoba mendekati Tuhannya sebagaimana Rasulullah saw bersabda atas nama Tuhannya, Hambaku tidak berhenti untuk mendekati-Ku melalui ibadah sunnah atau perbuatan baik, sampai Aku mencintainya. Dan bila Aku Mencintainya, pada saat itu Aku akan menjadi telinga yang digunakan untuk mendengar, mata yang dipakainya untuk melihat, tangan untuk merasakan, dan kaki untuk berjalan. Jika dia meminta, Aku akan memberi. Jika dia memohon perlindungan, Aku akan melindunginya. Aku akan menjadi dia, dan dia dapat mengatakan kepada sesuatu, Jadilah! maka jadilah ia. ( Hadist Nabi saw )
(Orang-orang Wahhabi biasanya memotong bagian terakhir dari hadits tersebut, tetapi kita mengucapkannya secara lengkap).
Ahmad al-Badawi berusaha mendekatai Tuhannya sampai mencapai pintu Kehadirat Ilahi, lalu dia berkata, Ya Tuhanku! Bukakanlah pintu ini untukku.Tetapi dia tidak mendapat jawaban. Dia mencobanya berulang-ulang sampai akhirnya dia bertemu secara tidak sengaja dengan seseorang. Saya bilang tidak sengaja  tetapi sebetulnya itu sudah direncanakan dengan sangat rapi, karena itu adalah Kehendak Allah untuk mengujinya. Dia bertemu orang itu di jalan, seseorang yang kelihatannya biasa saja. Orang itu lalu memanggilnya,  Hei Ahmad!  bahkan dia tidak menyebutnya  Syaikh Ahmad  sebagai tanda penghormatan. Dia berkata, Wahai Ahmad! Engkau perlu kunci untuk mencapai kehadirat Ilahi? Aku punya kuncinya dan jika Kau mau, datanglah kepadaku dan akan kuberikan kepadamu.
Banyak di antara kita yang menolak fakta atau kenyataan karena merasa bangga terhadap ilmunya, walaupun dia tahu sebenarnya itu adalah jalan yang benar. Mereka tidak menerima sebab ego mereka mengatakan, tidak!. Ego Syaikh Ahmad berkata kepadanya, Bagaimana mungkin Engkau menerima sesuatu darinya? Jangan menerima kunci darinya. Terimalah langsung dari Tuhan. Lalu dia berkata, Wahai Saudaraku, Aku tidak akan menerima kunci darimu, tidak juga dari orang lain, kecuali dari Sang Pembuat Kunci. Siapa Engkau. Engkau bukan siapa-siapa.
Selanjutnya Ahmad Badawi berusaha untuk mencapai Kehadirat Ilahi sampai dia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, Wahai Ahmad, kehidupan ini adalah kehidupan yang berisi sebab dan akibat. Aku tidak akan memberimu kunci. Sesuai Kehendakku kunci untukmu berada pada orang itu. Pergilah dan dapatkan kunci itu darinya. Sekarang persoalannya sudah selesai. Dia mendengarnya langsung dari Tuhannya, dan dia menerimanya. Sekarang dia harus mencari pemandunya. Tetapi sang pemandu telah lenyap. Dia telah meninggalkannya.
Selama enam bulan kemudian, pemandu itu mengamati hati Ahmad secara rahasia, melihat bahwa dia mencarinya dan berdoa kepada Tuhan siang dan malam, Ya Tuhanku kirimkanlah orang itu kembali kepadaku, sampai akhirnya dia bisa menemukannya kembali. Dengan segera orang itu membuka tabir yang ada pada dirinya selama ini.
Jadi sang pemandu membuka tabir dan menampakkan dirinya di hadapan Ahmad. Ahmad berkata, Wahai Syaikhku! Aku menemukanmu. Dia tidak menemukannya tetapi sang pemandulah yang menghilangkan tabirnya. Tetapi tetap saja dia berpikir bahwa dia telah menemukannya. Dia berkata, Wahai Syaikhku, Aku menerimamu sebagai pemanduku. Sang pemandu menjawab, Jika engkau menerimaku sebagai pemandumu sekarang, engkau harus pasrah, menyerahkan diri, dan menyerahkan seluruh kehendakmu kepadaku. Engkau tidak diperkenankan mempunyai kemauan selama bersamaku. Engkau telah membangun ilmu pengetahuanmu pada sebuah pondasi yang lemah yang hanya dengan satu tiupan angin dari ego, dia akan jatuh.
Aku harus membangun pondasi yang kuat bagimu. Jadi, lihatlah ke dalam mataku. Ahmad Badawi melihat ke matanya dan pemandu itu dengan segera menghapus seluruh pengetahuan yang telah dipelajari oleh Ahmad al-Badawi, pengetahuan yang berasal dari buku-buku. Pengetahuan melalui buku-buku maksudnya ada banyak hal yang berasal dari ego si penulis. Maka dia menghilangkan pengetahuan itu dari hati Ahmad dan kemudian lenyap. Dia meninggalkannya selama 6 bulan lagi bahkan dalam keadaan tidak tahu bagaimana mengucapkan, bismillahir rahmaanir rahiim, bahkan Ahmad Badawi tidak mengetahui  bagaimana mengucapkan Nama Allah.
Orang-orang di kota kini mengejek Ahmad al-Badawi, yang kelihatannya seperti orang gila setelah sebelumnya menjadi ulama yang terkemuka. Karena keterbatasan pengetahuan spiritual mereka, mereka berpikir bahwa dia benar-benar sakit. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa dia mengikuti seseorang yang membuatnya gila, tetapi Ahmad al-Badawi tahu bahwa dia telah mendengar suara Tuhannya yang mengatakan bahwa, Kuncimu ada pada orang itu. Tidak ada yang membuatnya gila. Dia mengikuti orang itu
Tetapi bila dia menerimanya sejak awal, ketika pemandu itu datang untuk pertama kalinya atas Kehendak Allah, dia tidak harus melewati ujian ini. Jadi mengapa kalian membuat diri kalian harus melewati ujian yang sama? Bila kalian menemukan kebenaran, seorang pemandu yang benar, terimalah dia dengan segera! Jangan bermain-main dengan ego kalian.
Dia meninggalkannya selama 6 bulan lagi dan muncul kembali di waktu yang lain. Dalam kurun waktu tersebut Ahmad al-Badawi terus mencarinya dan ketika dia bertemu kembali, Ahmad al-Badawi berkata, Wahai Syaikhku, Aku menemukanmu lagi. Saat itu sang pemandu memandang mata Ahmad al-Badawi dan memancarkan sesuatu dari lubuk hatinya kepada hati Ahmad al-Badawi melalui matanya. Pada saat itu terjadi transfer pengetahuan internal, pengetahuan dari Kitab Allah dan rahasia-rahasianya. Pemandu itu melakukannya 3 kali sampai mata Ahmad al-Badawi memancarkan sinar yang begitu kuat bahkan orang tidk akan kuat melihat matanya. Oleh sebab itu dia menutup wajahnya dengan cadar. Saat itulah dia bisa memasuki Kehadirat Ilahi dan dia menerima kuncinya.
Tanpa bantuan pemandu sejati kalian tidak akan bisa mencapai Kehadirat Nya. Dialah yang akan membukakan pintu bagimu ke mana pun kalian akan pergi. Ahmad al-Badawi adalah seorang ulama besar yang mengetahui banyak hal. Dia bangga dengan pengetahuannya itu dan tidak mau menerima pelajaran dari orang lain. Dia hanya mau mengambil langsung dari posisi Yang Maha Tinggi. Dia tidak melihat ada yang lebih tinggi darinya kecuali Tuhan.
Bagaimana mungkin dia akan mengambil pelajaran dari orang lain? Berarti tidak ada sifat rendah hati pada dirinya. Dia telah kehilangan satu dari tiga karakteristik yang diperlukan oleh hamba Allah. Dia mempunyai rasa hormat, dia juga mencintai sesamanya, tetapi dia tidak mempunyai kerendahan hati untuk menerima nasihat dari orang lain. Dan karena dia telah kehilangan satu karakteristik itu, seolah-olah dia tidak mengalami kemajuan lagi.
Seorang Wali, seorang guru harus memiliki karakteristik hormat, cinta dan rendah hati. Jika kalian melihat salah satunya tidak ada, maka dia bukanlah seorang pemandu sejati. Dia hanya akan membawa kalian ke jarak tertentu seperti yang kita lihat pada diri Ahmad al-Badawi yang bisa mencapai Tuhan sampai pada jarak tertentu, namun tidak bisa membukanya. Dia membutuhkan seseorang yang mempunyai kunci tetapi ketika ditemukan dia tidak menerimanya langsung karena kesombongannya. Dia terlalu banyak memikirkan dirinya. Akhirnya dia menerima juga setelah mendengar langsung dari Tuhannya, tetapi dia harus melewati ujian tertentu. Jika pada mulanya dia langsung menerimanya tanpa melalui rasa bangga terhadap dirinya, pintu itu segera terbuka baginya tanpa harus melewati ujian selama 2 tahun.
Bila kalian menemukan seorang pemandu dan hatimu merasa senang dengan kehadirannya, jangan dengarkan egomu. Katakan kepada ego, Kau salah! Apa ruginya jika Aku menerimanya sebagai guru? Kalian tidak akan kehilangan apa pun. Bila kalian menunjukkan sifat rendah hati, ini cukup bagi Allah untuk menaikkan kalian. Jika Saya datang dan mengatakan, Si Anu dan si Anu adalah Syaikh Saya, dan Saya telah berbai’at dengannya. Apa salahnya? Saya menerimanya dan Saya menunjukkan kerendahan hati, Allah akan menaikkan Saya.
Mempunyai sifat rendah hati adalah sangat penting. Jika kalian bersifat rendah hati, kalian akan menerima semua orang sebab setiap orang dapat menjadi pemandu bagimu. Ada sebuah peribahasa di Turki yang berupa pertanyaan kepada seseorang yang baik, Dari mana Engkau belajar perilaku yang sempurna dalam masyarakat? jawabnya, Dari orang-orang yang bersalah. Aku mengamatinya, melihat kesalahan yang mereka lakukan lalu Aku menghindarinya. Jadi Aku bisa memperbaiki diriku lewat kesalahan orang lain. Jika kalian bisa menerima semua orang sebagai pemandu kalian, bahkan seorang yang jahat pun dapat memandumu. Dengan mengamati dan melihat kesalahan yang dilakukannya, maka kalian berhenti.


































 [1]

No comments:

Post a Comment