Syaikh Ahmad Badawi
Bismillahir Rahmanir Rahiim
Sang
Manusia Langit
Kota Fas rupanya beruntung sekali karena pernah melahirkan sang manusia langit yang namanya semerbak di dunia sufi pada tahun 596 H. Sang sufi yang mempunyai nama lengkap Ahmad bin Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Badawi ini ternyata termasuk zurriyyah baginda Nabi, karena nasabnya sampai pada Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib, suami sayyidah Fatimah binti sayyidina Nabi Muhammad SAW.
Kota Fas rupanya beruntung sekali karena pernah melahirkan sang manusia langit yang namanya semerbak di dunia sufi pada tahun 596 H. Sang sufi yang mempunyai nama lengkap Ahmad bin Ali Ibrahim bin Muhammad bin Abi Bakr al-Badawi ini ternyata termasuk zurriyyah baginda Nabi, karena nasabnya sampai pada Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Talib, suami sayyidah Fatimah binti sayyidina Nabi Muhammad SAW.
Keluarga Badawi sendiri bukan
penduduk asli Fas (sekarang termasuk kota di Maroko). Mereka berasal
dari Bani Bara, suatu kabilah Arab di Syam sampai akhirnya tinggal di Negara
Arab paling barat ini. Di sinilah Badawi kecil menghafal al-Qur’an mengkaji
ilmu-ilmu agama khususnya fikih madzhab syafi’i. Pada tahun 609 H ayahnya
membawanya pergi ke tanah Haram bersama saudara-saudaranya untuk melaksanakan
ibadah haji. Mereka tinggal di Makkah selama beberapa tahun sampai ajal
menjemput sang ayah pada tahun 627 H dan dimakamkan di Ma’la.
Badawi
masuk Mesir
Sang sufi yang selalu mengenakan tutup muka ini suatu ketika ber-khalwat selama empat puluh hari tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan untuk meihat langit. Kedua matanya bersinar bagai bara. Sekonyong-konyong ia mendengar suara tanpa rupa. “Berdirilah !” begitu suara itu terus menggema, Carilah tempat terbitnya matahari. Dan ketika kamu sudah menemukannya, carilah tempat terbenamnya matahari. Kemudian…beranjaklah ke Thantha, suatu kota yang ada di propinsi Gharbiyyah, Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda”.
Sang sufi yang selalu mengenakan tutup muka ini suatu ketika ber-khalwat selama empat puluh hari tidak makan dan minum. Waktunya dihabiskan untuk meihat langit. Kedua matanya bersinar bagai bara. Sekonyong-konyong ia mendengar suara tanpa rupa. “Berdirilah !” begitu suara itu terus menggema, Carilah tempat terbitnya matahari. Dan ketika kamu sudah menemukannya, carilah tempat terbenamnya matahari. Kemudian…beranjaklah ke Thantha, suatu kota yang ada di propinsi Gharbiyyah, Mesir. Di sanalah tempatmu wahai pemuda”.
Suara tanpa rupa itu seakan
membimbingnya ke Iraq. Di sana ia bertemu dengan dua orang yang terkenal yaitu
Syekh Abdul Kadir al-Jailani dan ar-Rifa’i. “Wahai Ahmad ” begitu kedua orang
itu berkata kepada Ahmad al-Badawi seperti mengeluarkan titah. ” Kunci-kunci
rahasia wilayah Iraq, Hindia, Yaman, as-Syarq dan al-Gharb ada di
genggaman kita. Pilihlah mana yang kamu suka”. Tanpa disangka-sangka al-Badawi
menjawab, “Saya tidak akan mengambil kunci tersebut kecuali dari Dzat Yang Maha
Membuka.
Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para nabi dan ahli bait. Badawi masuk Mesir pada tahun 34 H. Di sana ia bertemu dengan al-Zahir Bibers dengan tentaranya. Mereka menyanjung dan memuliakan sang wali ini. Namun takdir menyuratkan lain, ia harus melanjutkan perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh bisikan gaib, Thantha, satu kota yang banyak melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di sana ia menjumpai para wali, seperti Syaikh Hasan al-Ikhna`I, Syaikh Salim al- Maghribi dan Syaikh Salim al-Badawi. Di sinilah ia menancapkan dakwahnya, menyeru pada agama Allah, takut dan senantiasa berharap hanya kepada-Nya.
Perjalanan selanjutnya adalah Mesir negeri para nabi dan ahli bait. Badawi masuk Mesir pada tahun 34 H. Di sana ia bertemu dengan al-Zahir Bibers dengan tentaranya. Mereka menyanjung dan memuliakan sang wali ini. Namun takdir menyuratkan lain, ia harus melanjutkan perjalanan menuju tempat yang dimaksud oleh bisikan gaib, Thantha, satu kota yang banyak melahirkan tokoh-tokoh dunia. Di sana ia menjumpai para wali, seperti Syaikh Hasan al-Ikhna`I, Syaikh Salim al- Maghribi dan Syaikh Salim al-Badawi. Di sinilah ia menancapkan dakwahnya, menyeru pada agama Allah, takut dan senantiasa berharap hanya kepada-Nya.
Badawi
yang alim
Dalam perjalanan hidupnya sebagai anak manusia ia pernah dikenal sebagai orang yang pemarah, karena begitu banyaknya orang yang menyakit. Tapi rupanya keberuntungan dan kebijakan berpihak pada anak cucu Nabi ini. Marah bukanlah suatu penyelesaian terhadap masalah bahkan menimbulkan masalah baru yang bukan hanya membawa madarat pada orang lain, tapi diri sendiri. Diam, menyendiri, merenung, itulah sikap yang dipilih selanjutnya. Dengan diam orang lebih bisa banyak mendengar. Dengan menyendiri orang semakin tahu betapa rendah, hina dan perlunya diri ini akan gapaian tangan-tangan Yang Maha Asih. Dengan merenung orang akan banyak memperoleh nilai-nilai kebenaran. Dan melalui sikap yang mulia ini ia tenggelam dalam zikir dan belaian Allah SWT.
Dalam perjalanan hidupnya sebagai anak manusia ia pernah dikenal sebagai orang yang pemarah, karena begitu banyaknya orang yang menyakit. Tapi rupanya keberuntungan dan kebijakan berpihak pada anak cucu Nabi ini. Marah bukanlah suatu penyelesaian terhadap masalah bahkan menimbulkan masalah baru yang bukan hanya membawa madarat pada orang lain, tapi diri sendiri. Diam, menyendiri, merenung, itulah sikap yang dipilih selanjutnya. Dengan diam orang lebih bisa banyak mendengar. Dengan menyendiri orang semakin tahu betapa rendah, hina dan perlunya diri ini akan gapaian tangan-tangan Yang Maha Asih. Dengan merenung orang akan banyak memperoleh nilai-nilai kebenaran. Dan melalui sikap yang mulia ini ia tenggelam dalam zikir dan belaian Allah SWT.
Laksana laut, diam tenang tapi
dalam dan penuh bongkahan mutiara, itulah al-badawi. Matbuli dalam hal
ini memberi kesaksian, “Rasulullah SAW bersabda kepadaku, ” Setelah
Muhammad bin Idris as-Syafiiy tidak ada wali di Mesir yang fatwanya lebih
berpengaruh daripada Ahmad Badawi, Nafisah, Syarafuddin al-Kurdi kemudian
al-Manufi.
Suatu ketika Ibnu Daqiq al-’Id
mengutus Abdul Aziz al- Darini untuk menguji Ahmad Badawi dalam berbagai
permasalahan. Dengan tenang dia menjawab, “Jawaban pertanyaan-pertanyaan
itu terdapat dalam kitab “Syajaratul Ma’arif” karya
Syaikh Izzuddin bin Abdus Salam.
Karomah Ahmad Badawi
Kendati karomah bukanlah satu-satunya ukuran tingkat kewalian seseorang, tidak ada salahnya disebutkan beberapa karomah Syaikh Badawi sebagai petunjuk betapa agungnya wali yang satu ini.
Karomah Ahmad Badawi
Kendati karomah bukanlah satu-satunya ukuran tingkat kewalian seseorang, tidak ada salahnya disebutkan beberapa karomah Syaikh Badawi sebagai petunjuk betapa agungnya wali yang satu ini.
Al-kisah ada seorang Syaikh
yang hendak bepergian. Sebelum bepergian dia meminta pendapat pada
Syaikh al-Badawi yang sudah berbaring tenang di alam barzakh. “Pergilah,
dan tawakkallah kepada Allah SWT” tiba-tiba terdengar suara dari dalam makam
Syekh Badawi. Syaikh Sya’roni berkomentar, “Saya mendengar perkataan tadi
dengan telinga saya sendiri”.
Tersebut Syaikh Badawi suatu
hari berkata kepada seorang laki-laki yang memohon petunjuk dalam
berdagang. “Simpanlah gandum untuk tahun ini. Karena harga gandum nanti akan
melambung tinggi, tapi ingat, kamu harus banyak bersedekah pada fakir miskin”.
Demikian nasehat Syekh Badawi yang benar-benar dilaksanakan oleh laki-laki itu.
Setahun kemudian dengan izin Allah kejadiannya terbukti benar.
Syekh
Badawi wafat
Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan tokoh besar yang barangkali tidak tergantikan dalam puluhan tahun berikutnya. Syekh Badawi, pecinta ilahi yang belum pernah menikah ini beralih alam menuju tempat yang dekat dan penuh limpahan rahmat-Nya. Setelah dia meninggal, tugas dakwah diganti oleh Syaikh Abdul ‘Al sampai dia meninggal pada tahun 773 H.
Beberapa waktu setelah kepergian wali pujaan ini, umat seperti tidak tahan, rindu akan kehadiran, petuah-petuahnya. Maka diadakanlah perayaan hari lahir Syaikh Badawi. Orang-orang datang mengalir bagaikan bah dari berbagai tempat yang jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama dan pejabat waktu itu ada yang berkeinginan untuk meniadakan acara maulid. Tercatat satu tahun berikutnya perayaan maulid syekh Badawi ditiadakan demi menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan akidah. Namun itu tidak berlangsung lama, hanya satu tahun. Dan tahun berikutnya perayaan pun digelar kembali sampai sekarang.
Pada tahun 675 H sejarah mencatat kehilangan tokoh besar yang barangkali tidak tergantikan dalam puluhan tahun berikutnya. Syekh Badawi, pecinta ilahi yang belum pernah menikah ini beralih alam menuju tempat yang dekat dan penuh limpahan rahmat-Nya. Setelah dia meninggal, tugas dakwah diganti oleh Syaikh Abdul ‘Al sampai dia meninggal pada tahun 773 H.
Beberapa waktu setelah kepergian wali pujaan ini, umat seperti tidak tahan, rindu akan kehadiran, petuah-petuahnya. Maka diadakanlah perayaan hari lahir Syaikh Badawi. Orang-orang datang mengalir bagaikan bah dari berbagai tempat yang jauh. Kerinduan, kecintaan, pengabdian mereka tumpahkan pada hari itu pada sufi agung ini. Hal inilah kiranya yang menyebabkan sebagian ulama dan pejabat waktu itu ada yang berkeinginan untuk meniadakan acara maulid. Tercatat satu tahun berikutnya perayaan maulid syekh Badawi ditiadakan demi menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan akidah. Namun itu tidak berlangsung lama, hanya satu tahun. Dan tahun berikutnya perayaan pun digelar kembali sampai sekarang.
Menurut
Sumber yang lain.
Setiap hari, dari pagi hingga
sore, ia menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang
dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih
sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia
suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi
makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat,
bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat
toyyibah, berdzikir dan bersholawat. Dalam perjalanan riyadhohnya, ia pernah
tinggal di loteng negara Thondata selama 12 tahun, dan selama 8 tahun ia berada
diatas atap, riadhoh siang dan malam. Ia hidup pada tahun 596-675 H dan wafat
di Mesir, makamnya di kota Tonto, setiap waktu tak pernah sepi dari peziarah.
Pada usia dini ia telah hafal
Al-Qur’an, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada Syeikh Abdul Qadir
al-Jailani dan syeikh Ahmad Rifai. Ia adalah Waliullah Qutbol Gaust, Assayyid,
Assyarif Ahmad al Badawi. Suatu hari, ketika sang Murid telah sampai
ketingkatannya, Sjech Abdul Qodir Jaelani, menawarkan kepadanya ; ”Manakah yang
kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masriq atau Magrib, akan kuberikan untukmu”,
hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Sayyid Ahmad Rifai, dengan lembut,
dan menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; ”Aku tak mengambil
kunci kecuali dari Al Fattah (Allah )”.
Suatu hari datang kepadanya,
seorang janda mohon pertolongan, anak lelakinya ditahan di Perancis, dan sang
ibu ingin agar anak itu kembali dalam keadaan selamat. Oleh Sayyidi Ahmad Al
Badawi, janda itu disuruhnya untuk pulang, dan berkata sayidi : “Insya Allah
anak ibu sudah berada dirumah”. Bergegas sang ibu menuju rumahnya, dan betapa
bahagia, bercampur haru, dan penuh keheranan, ia dapati anaknya telah berada di
rumah dalam keadaan terbelenggu. Sayyidi al badawi banyak menolong orang yang
ditahan secara Dholim oleh penguasa Prancis saat itu, dan semua pulang ke
rumahnya dalam keadaan tangannya tetap terbelenggu.
Pernah suatu ketika Syaikh
Ibnul labban mengumpat Sayyidi Ahmad Badawi, seketika itu juga hafalan
Al-Qur’an dan iman Syaikh Ibnul labban menjadi hilang. Ia bingung dan berusaha
dengan beristighosah dan meminta bantuan do’a, orang orang terkemuka di zaman
itu (agar ilmu dan imannya kembali lagi), tetapi tidak satupun dari yang
dimintainya doa, berani mencampuri urusannya, karena terkait dengan Sayyidi
Ahmad Badawi. Padahal diriwayatkan, saat itu Sayyidi Al Badawi telah wafat.
Orang terkemuka yang dimintainya doa, hanya berani memberi saran kepada Syaikh
Ibnul labban, agar dia menghadap Syeikh Yaqut al-‘Arsyiy, waliullah terkemuka
pada saat itu, dan kholifah sayyidi abil hasan Assadzili. Ibnu labban segera
menemui Sjech Yaqut dan minta pertolongannya, dalam urusannya dengan sayyidi
Ahmad Al badawi. Setelah dimintai pertolongan oleh Syaikh Ibnul labban, Syeikh
Yaqut Arsyiy berangkat menuju ke makam Sayyidi al-Badawi dan berkata : “ Wahai
guru, hendaklah tuan memberi ma’af kepada orang ini!”. Dari dalam makamnya,
terdengar jawaban “Apakah kamu berkehendak untuk mengembalikan tandanya orang
miskin itu ? ya…sudah, tapi dengan syarat ia mau bertaubat”. Syeikh Ibbnul
Labbanpun akhirnya bertaubat, dan tidak lama kemudian kembalilah ilmu dan
imannya seperti sedia kala dan ia juga mengakui kewalian Syeikh Yaqut, karena
peristiwa tersebut. Ia kemudian dinikahkan dengan putrinya Syeikh Yaqut. (Di
ambil dari kitab al-Jaami’).
Syeikh Muhammad asy-Syanawi
menceritakan, bahwa pada waktu itu ada orang yang tidak mau menghadiri dan
bahkan mengingkari peringatan maulidnya Syeikh Ahmad Badawi, maka seketika
hilanglah iman orang itu dan menjadi merasa tidak senang terhadap agama Islam.
Orang itu kemudian berziarah ke makamnya Sayyid Badawi untuk minta tolong dan
memohon maaf atas kesalahannya. Kemudian terdengarlah suara sayyidi Badawi dari
dalam kubur : “iya, saya ma’afkan, tapi jangan berbuat lagi. Na’am (iya) jawab
orang itu, spontan imannya kembali lagi. Beliau lalu meneruskan ucapannya :
“Apa sebabnya kamu mengingkari kami semua”. Dijawabnya : “Karena di dalam acara
itu banyak orang laki-laki dan perempuan bercampur baur menjadi satu” (tanpa
ada garis pembatas). Sayyidi Badawi lalu mengatakan : “Di tempat thowaf sana,
dimana banyak orang yang menunaikan ibadah haji disekitar Ka’bah, mereka juga
bercampur laki-laki dan perempuan, kenapa tidak ada yang melarang”. Demi
mulianya Tuhanku, orang-orang yang ada untuk menghadiri acara maulidku ini
tidaklah ada yang menjalankan dosa kecuali pasti mau bertaubat dan akan bagus
taubatnya. Hewan-hewan di hutan dan ikan-ikan di laut, semua itu dapat aku
pelihara dan kulindungi diantara satu dengan lainnya sehingga menjadi aman
dengan idzin Allah. Lalu, apakah kiranya Allah Ta’ala, tidak akan memberi aku
kekuatan untuk mampu menjaga dan memelihara keamanannya orang-orang yang
menghadiri acara maulidku itu ?”
Suatu ketika Syeikh Ibnu
Daqiqil berkumpul dengan Sayyidi Badawi, dan ia bertanya kepada beliau :
“Mengapa engkau tidak pernah sholat, yang demikian itu bukanlah perjalanannya
para shalihin“. Lalu beliau menjawab : “Diam kamu! Kalau tidak mau diam aku
hamburkan daqiqmu (tepung)”. Dan di tendanglah Syeikh Daqiqil oleh beliau
hingga berada disuatu pulau yang luas dalam kondisi tidak sadarkan diri.
Setelah sadar, iapun termangu karena merasa asing dengan pulau tersebut. Dalam
kebingungannya, datanglah seorang lelaki menghampirinya dan memberi nasehat
agar jangan mengganggu orang type al-Badawi, dan sekarang kamu berjalanlah
menuju qubah yang terlihat itu, nanti jika sudah tiba di sana kau berhentilah
di depan pintu hingga menunggu waktu ‘ashar dan ikutlah shalat berjamaah
dibelakangnya imam tersebut, sebab nanti Ahmad Badawi akan ikut di dalamnya.
Setelah bertemu dia ucapkanlah salam, peganglah lengan bajunya dan mohonlah
ampun atas ucapanmu tadi. Ia menuruti kata-kata orang itu yang tidak lain
adalah Nabiyullah Khidir a.s. Setelah semua nasehatnya dilaksanakan, betapa
terkejutnya ia karena yang menjadi imam sholat waktu itu adalah Sayyidi Badawi.
Setelah selesai sholat ia
langsung menghampiri dan menciumi tangan dan menarik lengan Sayyidi al-Badawi,
sambil berkata seperti yang diamanatkan orang tadi. Dan berkatalah Sayyidi
Badawi sambil menendang Syeikh Daqiqil,” Pergilah sana murid-muridmu sudah
menantimu dan jangan kau ulangi lagi!. Seketika itu juga ia sudah sampai di
rumahnya dan murid-muridnya telah menunggu kedatangan Syeikh Daqiqil.
Dijelaskan bahwa yang menjadi makmum sholat berjamaah dengan Sayyidi Badawi
pada kejadian itu adalah para wali.
Syekh Imam al Munawi berkata :
“Ada seorang Syeikh yang setiap akan bepergian selalu berziarah di makamnya
Syeikh Ahmad al Badawi untuk minta ijin, lalu terdengar suara dari dalam kubur
dengan jelas :”Ya pergilah dengan tawakkal, Insya Allah niatmu berhasil,
kejadian tersebut didengar juga oleh Syeikh abdul wahab Assya’roni, padahal
saat itu Syeikh Ahmad al Badawi sudah meninggal 200 tahun silam, jadi para
aulia’ itu walaupun sudah meninggal ratusan tahun, namun masih bisa emberi
petunjuk.
Berkata Syeikh Muhammad
al-Adawi : Setengah dari keindahan keramat beliau ialah, pada saat banyaknya
orang yang ingin berusaha membatalkan peringatan maulidnya beliau, dimana
orang-orang tersebut menghadap dan meminta kepada Syeikh Imam Yahya al-Munawiy
agar beliau mau menyetujuinya. Sebagai orang yang berpengaruh dan berpendirian
kuat pada masa itu, Syeikh Yahya tidak menyetujuinya, akhirnya orang-orang
tersebut melapor kepada sang raja azh-Zhohir Jaqmaq. Sang rajapun berusaha
membujuk agar Syeikh Yahya bersedia memberi fatwa untuk membatalkan maulidnya
Sayyidi Badawi. Akan tetapi Syeikh Yahya tetap tidak mau dan hanya bersedia
memberikan fatwa melarang keharaman-haraman yang terjadi di acara itu. Maka
acara maulid tetap dilaksanakan seperti biasa. Dan Syeikh Yahya bekata kepada
sang raja: “Aku tetap tak berani sama sekali berfatwa yang demikian, karena
Sayyidi Badawi adalah wali yang agung dan seorang fanatik (malati = bahasa
jawanya). Hai raja, tunggu saja, kamu akan tahu akibat bahayanya orang-orang
yang berusaha menghilangkan peringatan maulid Sayyidi Badawi. Memang benar, tak
lama kemudian mereka yang bertujuan menghilangkan peringatan maulid Sayyidi
Badawi tertimpa bencana. Orang-orang tersebut ada yang dicopot jabatannya dan
diasingkan oleh rajanya. Ada yang melarikan diri ke Dimyath akan tetapi
kemudian ditarik kembali dan diberi pengajaran, dirantai dan dipenjara selama
setengah bulan. Bahkan diantara mereka yang mempunyai jabatan tinggi dikerajaan
itu lalu banyak yang ditangkap, disidang dengan kelihatan terhina, disiksa dan
diborgol besi di depan majlis hakim syara’ lalu dihadapkan raja yang kemudian
dibuang di negara Maghrib.
Sayyidi Ahmad Badawi pernah
berkata kepada seseorang : “Bahwa pada tahun ini hendaknya kamu menyimpan
gandum yang banyak yang tujuanmu nanti akan kau berikan kepada para fakir
miskin, sebab nanti akan terjadi musim paceklik pangan. Kemudian orang tadi
menjalankan apa yang diperintahkan beliau, dan akhirnya memang terbukti
kebenaran ucapan Sayyidi Badawi.
Berkata al-Imam Sya’roni :
“Pada tahun 948 H aku ketinggalan tidak dapat menghadiri acara maulidnya
Sayyidi Badawi. Lalu ada salah satu aulia’ memberi tahu kepadaku bahwa Sayyidi
Badawi pada waktu peringatan itu memperlihatkan diri di makamnya dan bertanya :
“Mana Abdul Wahhab Sya’roni, kenapa tidak datang ?” Pada suatu tahun, al-Imam
Sya’roni juga pernah berkeinginan tidak akan mendatangi maulid beliau. Lalu aku
melihat beliau memegang pelepah kurma hijau sambil mengajak orang-orang dari
berbagai negara. Jadi orang-orang yang berada dibelakangnya, dikanan dan
kirinya banyak sekali tak terhingga jumlahnya. Terus beliau melewati aku di
Mesir, sayyidi Badawi berkata : “Kenapa kamu tidak berangkat ?”. Aku sedang
sakit tuan, jawabku. Sakit tidak menghalang-halangi orang cinta. Terus aku
diperlihatkan orang banyak dari para aulia’dan para masayikh, baik yang masih
hidup maupun yang sudah wafat, dan orang-orang yang lumpuh semua berjalan
dengan merangkak dan memakai kain kafannya, mereka mengikuti dibelakang sayyidi
Badawi menghadiri maulid beliau. Terus aku juga diperlihatkan jama’ah dan
sekelompok tawanan yang masih dalam keadaan terbalut dan terbelenggu juga ikut
datang menghadiri maulidnya. Lalu beliau berkata: lihatlah ! itu semua tidak
ada yang mau ketinggalan, akhirnya aku berkehendak untuk mau menghadiri, dan
aku berkata : Insya Allah aku hadir tuan guru ?. Kalau begitu kamu harus dengan
pendamping, jawab sayyidi Badawi. Kemudian beliau memberi aku dua harimau hitam
besar dan gajah, yang dijanji tidak akan berpisah denganku sebelum sampai di
tempat. Peristiwa ini kemudian aku ceritakan kepada guruku Syeikh Muhammad
asy-Syanawi, beliau lalu menjelaskan: memang pada umumnya para aulia’ mengajak
orang-orang itu dengan perantaraan, akan tetapi sayyidi Ahmad Badawi langsung
dengan sendirinya menyuruh orang-orang mengajak datang. Sungguh banyak keramat
beliau, hingga al-Imam Sya’roni mengatakan,”Seandainya keajaiban atau
keramat-keramat beliau kalau ditulis di dalam buku tidaklah akan muat karena
terlalu banyaknya. Tetapi ada peninggalan Syeikh ahmad Badawi yang sangat
utama, yaitu bacaan sholawat badawiyah sughro dan sholawat badawiyah kubro.
Ahmad al-Badawi adalah seorang
wali yang sangat terkenal di semua kalangan Sufi. Beliau menyatakan Aku tidak
membutuhkan seorang pemandu. Pemanduku adalah al-Quran, seperti cara hidup
Rasulullah saw. Beliau mencoba mendekati Tuhannya sebagaimana Rasulullah saw
bersabda atas nama Tuhannya, Hambaku tidak berhenti untuk mendekati-Ku melalui
ibadah sunnah atau perbuatan baik, sampai Aku mencintainya. Dan bila Aku Mencintainya,
pada saat itu Aku akan menjadi telinga yang digunakan untuk mendengar, mata
yang dipakainya untuk melihat, tangan untuk merasakan, dan kaki untuk berjalan.
Jika dia meminta, Aku akan memberi. Jika dia memohon perlindungan, Aku akan
melindunginya. Aku akan menjadi dia, dan dia dapat mengatakan kepada sesuatu,
Jadilah! maka jadilah ia. ( Hadist Nabi saw )
(Orang-orang Wahhabi biasanya
memotong bagian terakhir dari hadits tersebut, tetapi kita mengucapkannya
secara lengkap).
Ahmad al-Badawi berusaha
mendekatai Tuhannya sampai mencapai pintu Kehadirat Ilahi, lalu dia berkata, Ya
Tuhanku! Bukakanlah pintu ini untukku.Tetapi dia tidak mendapat jawaban. Dia
mencobanya berulang-ulang sampai akhirnya dia bertemu secara tidak sengaja
dengan seseorang. Saya bilang tidak sengaja tetapi sebetulnya itu sudah
direncanakan dengan sangat rapi, karena itu adalah Kehendak Allah untuk
mengujinya. Dia bertemu orang itu di jalan, seseorang yang kelihatannya biasa
saja. Orang itu lalu memanggilnya, Hei Ahmad! bahkan dia tidak
menyebutnya Syaikh Ahmad sebagai tanda penghormatan. Dia berkata,
Wahai Ahmad! Engkau perlu kunci untuk mencapai kehadirat Ilahi? Aku punya
kuncinya dan jika Kau mau, datanglah kepadaku dan akan kuberikan kepadamu.
Banyak di antara kita yang menolak
fakta atau kenyataan karena merasa bangga terhadap ilmunya, walaupun dia tahu
sebenarnya itu adalah jalan yang benar. Mereka tidak menerima sebab ego mereka
mengatakan, tidak!. Ego Syaikh Ahmad berkata kepadanya, Bagaimana mungkin
Engkau menerima sesuatu darinya? Jangan menerima kunci darinya. Terimalah
langsung dari Tuhan. Lalu dia berkata, Wahai Saudaraku, Aku tidak akan menerima
kunci darimu, tidak juga dari orang lain, kecuali dari Sang Pembuat Kunci.
Siapa Engkau. Engkau bukan siapa-siapa.
Selanjutnya Ahmad Badawi
berusaha untuk mencapai Kehadirat Ilahi sampai dia mendengar Tuhan berbicara
kepadanya, Wahai Ahmad, kehidupan ini adalah kehidupan yang berisi sebab dan
akibat. Aku tidak akan memberimu kunci. Sesuai Kehendakku kunci untukmu berada
pada orang itu. Pergilah dan dapatkan kunci itu darinya. Sekarang persoalannya
sudah selesai. Dia mendengarnya langsung dari Tuhannya, dan dia menerimanya.
Sekarang dia harus mencari pemandunya. Tetapi sang pemandu telah lenyap. Dia
telah meninggalkannya.
Selama enam bulan kemudian,
pemandu itu mengamati hati Ahmad secara rahasia, melihat bahwa dia mencarinya
dan berdoa kepada Tuhan siang dan malam, Ya Tuhanku kirimkanlah orang itu
kembali kepadaku, sampai akhirnya dia bisa menemukannya kembali. Dengan segera
orang itu membuka tabir yang ada pada dirinya selama ini.
Jadi sang pemandu membuka
tabir dan menampakkan dirinya di hadapan Ahmad. Ahmad berkata, Wahai Syaikhku!
Aku menemukanmu. Dia tidak menemukannya tetapi sang pemandulah yang
menghilangkan tabirnya. Tetapi tetap saja dia berpikir bahwa dia telah
menemukannya. Dia berkata, Wahai Syaikhku, Aku menerimamu sebagai pemanduku.
Sang pemandu menjawab, Jika engkau menerimaku sebagai pemandumu sekarang,
engkau harus pasrah, menyerahkan diri, dan menyerahkan seluruh kehendakmu
kepadaku. Engkau tidak diperkenankan mempunyai kemauan selama bersamaku. Engkau
telah membangun ilmu pengetahuanmu pada sebuah pondasi yang lemah yang hanya
dengan satu tiupan angin dari ego, dia akan jatuh.
Aku harus membangun pondasi
yang kuat bagimu. Jadi, lihatlah ke dalam mataku. Ahmad Badawi melihat ke
matanya dan pemandu itu dengan segera menghapus seluruh pengetahuan yang telah
dipelajari oleh Ahmad al-Badawi, pengetahuan yang berasal dari buku-buku.
Pengetahuan melalui buku-buku maksudnya ada banyak hal yang berasal dari ego si
penulis. Maka dia menghilangkan pengetahuan itu dari hati Ahmad dan kemudian
lenyap. Dia meninggalkannya selama 6 bulan lagi bahkan dalam keadaan tidak tahu
bagaimana mengucapkan, bismillahir rahmaanir rahiim, bahkan Ahmad Badawi tidak
mengetahui bagaimana mengucapkan Nama Allah.
Orang-orang di kota kini
mengejek Ahmad al-Badawi, yang kelihatannya seperti orang gila setelah
sebelumnya menjadi ulama yang terkemuka. Karena keterbatasan pengetahuan
spiritual mereka, mereka berpikir bahwa dia benar-benar sakit. Yang mereka
ketahui hanyalah bahwa dia mengikuti seseorang yang membuatnya gila, tetapi
Ahmad al-Badawi tahu bahwa dia telah mendengar suara Tuhannya yang mengatakan
bahwa, Kuncimu ada pada orang itu. Tidak ada yang membuatnya gila. Dia
mengikuti orang itu
Tetapi bila dia menerimanya
sejak awal, ketika pemandu itu datang untuk pertama kalinya atas Kehendak
Allah, dia tidak harus melewati ujian ini. Jadi mengapa kalian membuat diri
kalian harus melewati ujian yang sama? Bila kalian menemukan kebenaran, seorang
pemandu yang benar, terimalah dia dengan segera! Jangan bermain-main dengan ego
kalian.
Dia meninggalkannya selama 6
bulan lagi dan muncul kembali di waktu yang lain. Dalam kurun waktu tersebut
Ahmad al-Badawi terus mencarinya dan ketika dia bertemu kembali, Ahmad
al-Badawi berkata, Wahai Syaikhku, Aku menemukanmu lagi. Saat itu sang pemandu
memandang mata Ahmad al-Badawi dan memancarkan sesuatu dari lubuk hatinya
kepada hati Ahmad al-Badawi melalui matanya. Pada saat itu terjadi transfer
pengetahuan internal, pengetahuan dari Kitab Allah dan rahasia-rahasianya.
Pemandu itu melakukannya 3 kali sampai mata Ahmad al-Badawi memancarkan sinar
yang begitu kuat bahkan orang tidk akan kuat melihat matanya. Oleh sebab itu
dia menutup wajahnya dengan cadar. Saat itulah dia bisa memasuki Kehadirat
Ilahi dan dia menerima kuncinya.
Tanpa bantuan pemandu sejati
kalian tidak akan bisa mencapai Kehadirat Nya. Dialah yang akan membukakan
pintu bagimu ke mana pun kalian akan pergi. Ahmad al-Badawi adalah seorang
ulama besar yang mengetahui banyak hal. Dia bangga dengan pengetahuannya itu
dan tidak mau menerima pelajaran dari orang lain. Dia hanya mau mengambil
langsung dari posisi Yang Maha Tinggi. Dia tidak melihat ada yang lebih tinggi
darinya kecuali Tuhan.
Bagaimana mungkin dia akan
mengambil pelajaran dari orang lain? Berarti tidak ada sifat rendah hati pada
dirinya. Dia telah kehilangan satu dari tiga karakteristik yang diperlukan oleh
hamba Allah. Dia mempunyai rasa hormat, dia juga mencintai sesamanya, tetapi
dia tidak mempunyai kerendahan hati untuk menerima nasihat dari orang lain. Dan
karena dia telah kehilangan satu karakteristik itu, seolah-olah dia tidak
mengalami kemajuan lagi.
Seorang Wali, seorang guru
harus memiliki karakteristik hormat, cinta dan rendah hati. Jika kalian melihat
salah satunya tidak ada, maka dia bukanlah seorang pemandu sejati. Dia hanya
akan membawa kalian ke jarak tertentu seperti yang kita lihat pada diri Ahmad
al-Badawi yang bisa mencapai Tuhan sampai pada jarak tertentu, namun tidak bisa
membukanya. Dia membutuhkan seseorang yang mempunyai kunci tetapi ketika
ditemukan dia tidak menerimanya langsung karena kesombongannya. Dia terlalu
banyak memikirkan dirinya. Akhirnya dia menerima juga setelah mendengar
langsung dari Tuhannya, tetapi dia harus melewati ujian tertentu. Jika pada
mulanya dia langsung menerimanya tanpa melalui rasa bangga terhadap dirinya,
pintu itu segera terbuka baginya tanpa harus melewati ujian selama 2 tahun.
Bila kalian menemukan seorang
pemandu dan hatimu merasa senang dengan kehadirannya, jangan dengarkan egomu.
Katakan kepada ego, Kau salah! Apa ruginya jika Aku menerimanya sebagai guru?
Kalian tidak akan kehilangan apa pun. Bila kalian menunjukkan sifat rendah hati,
ini cukup bagi Allah untuk menaikkan kalian. Jika Saya datang dan mengatakan,
Si Anu dan si Anu adalah Syaikh Saya, dan Saya telah berbai’at dengannya. Apa
salahnya? Saya menerimanya dan Saya menunjukkan kerendahan hati, Allah akan
menaikkan Saya.
Mempunyai sifat rendah hati adalah sangat penting. Jika kalian bersifat rendah hati, kalian akan
menerima semua orang sebab setiap orang dapat menjadi pemandu bagimu. Ada
sebuah peribahasa di Turki yang berupa pertanyaan kepada seseorang yang baik,
Dari mana Engkau belajar perilaku yang sempurna dalam masyarakat? jawabnya,
Dari orang-orang yang bersalah. Aku mengamatinya, melihat kesalahan yang mereka
lakukan lalu Aku menghindarinya. Jadi Aku bisa memperbaiki diriku lewat
kesalahan orang lain. Jika kalian bisa menerima semua orang sebagai pemandu
kalian, bahkan seorang yang jahat pun dapat memandumu. Dengan mengamati dan
melihat kesalahan yang dilakukannya, maka kalian berhenti.
No comments:
Post a Comment